Setiap tanggal 1 Oktober, rakyat Indonesia merayakan Hari Kesaktian Pancasila, itu dilatarbelakangi oleh tragedi G30S PKI yang terjadi pada tahun 1965 silam, untuk mengenang tujuh anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang tewas, akibat korban penculikan dan pembantaian kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kemudian jenazahnya dibuang ke lubang buaya di Pondok Gede, Jakarta Timur.
Tujuh anggota TNI AD yang tewas tersebut diantaranya Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Letjen (Anumerta) Suprapto, Letjen (Anumerta) S. Parman, Letjen (Anumerta) M.T. Haryono, Mayjen (Anumerta) D. I. Panjaitan, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten (Anumerta) Pierre Tendean.
Pengorbanan dari tujuh pahlawan revolusi tersebut merupakan wujud keberanian mereka dalam mempertahankan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Sejarah yang dapat dikenang dan diteladani sepanjang masa atas jasa yang sangat luar biasa bagi bangsa dan negara.
Peristiwa tersebut kata Rektor Unismuh Palu, Prof Dr. H. Rajindra, SE., MM, menunjukkan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara telah mengalami cobaan dan ujian serta upaya untuk mengubah dasar Negara Pancasila dengan ideologi lain. Namun sejarah juga membuktikan bahwa setiap upaya ingin mengubah Pancasila sebagai dasar Negara selalu mengalami tantangan dari warganegara dan berakibat kegagalan
“Sejarah telah menunjukkan bahwa Pancasila sebagai dasar Negara telah mengalami berbagai cobaan dan ujian serta upaya untuk mengubah dasar Negara Pancasila dengan ideologi lain, namun sejarah juga membuktikan bahwa upaya itu selalu mengalami kegagalan, inilah kesaktian Pancasila itu,” terangnya Prof Rajindra, sekaitan dengan Hari Kesaktian Pancasila, Ahad (1/10/2023).