Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, kini tengah merencanakan setiap hasil penelitian inovasi dosen Unismuh didaftarkan di Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk dipatenkan.
Hal tersebut diutarakan Rektor Unismuh Palu, Dr. H. Rajindra, SE. MM melalui Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kerjasama Dr. Rafiuddin Nurdin, MP.
Hal tersebut untuk merespon hasi penelitian dosen Unismuh Palu yang kini sudah mulai melirik penelitian yang sifatnya inovasi, dan itu dinilai perlu untuk mendapatkan dukungan berupa hak kekayaan intelektual, sehingga tidak ada lagi orang yang dapat mengklaim sebagai penemuannya di kemudian hari, sebab bisa saja hanya pengembangan dari apa yang ditemukan dosen Unismuh Palu.
Selain juga, artikel yang telah diterbitkan di jurnal bertaraf nasional maupun internasional dapat memiliki kekayaan intelektual berupa hak cipta bagi penulis artikelnya, sehingga siapapun yang mengutip pembahasan artikel tersebut perlu dicantumkan pada daftar pustaka artikelnya.
“Mau tidak mau, kita pasti menuju ke sana, sehingga ini perlu dipikirkan,” ungkap Rafiuddin, saat ditemui bulan Mei kemarin.
Rafiuddin melanjutkan, HKI untuk dosen diharapkan mampu meningkatkan hasil karya yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Karena karya yang belum dipatenkan riskan akan diakuisisi dan dijiplak oleh orang lain. Apabila hal tersebut terjadi, penulis tidak dapat berbuat apa-apa.
Untuk itu, upaya melindungi karya akademik dosen hanya dapat dilakukan dengan di daftarkan ke HKI. Adapun peraturan yang mengatur tentang Hak atas Kekayaan Intelektual itu tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014, pasal 31 menjelaskan tentang definisi pencipta, pasal 40 menjelaskan ciptaan yang dilindungi, jangka waktu perlindungan hak cipta, sementara pasal 66 mengatur tentang pencatatan hak cipta yang berisi tata cara pencatatan hak cipta ke lembaga HKI.
Jika sudah didaftar seperti itu, maka secara moral, dosen akan dibranding namanya sebagai pecipta. Hak moral, nama dosen yang menemukan atau menghasilkan karya namannya diakui, ditulis sebagai sang pemilik hasil penemuannya. Secara tidak langsung, dosen/penemu memiliki eksistensi, yang tidak dapat dihilangkan dan tidak dapat dihapus oleh siapapun. Sekalipun hak ciptanya telah beralih.
Begitu juga keuntungan secara ekonomis, bagi dosen peneliti yang berjibaku di dunia penelitian. Maka peneliti bisa memperoleh keuntungan berupa royalty dari hasil penemuannya. Royalty yang diperoleh diambil dari hasil penjualan, pengakuan masyarakat umum, lembaga yang menggunakan hasil penemuannya.
Sekalipun kata Rafiuddin, tidak semua penelitian bisa mendapatkan hak paten, banyak persyaratan yang harus dipenuhi agar kekayaan intelektual seseorang itu bisa dilindungi dan dimanfaatkan banyak orang.
Minimal harus memenuhi beberapa syarat, yang pertama baru, belum dipublikasikan di jurnal manapun. “Maksud baru disini adalah, penelitian itu belum dipublikasikan di jurnal atau di media apa pun. Kalau penelitian itu sudah dipublikasikan kemudian didaftarkan untuk mendapat hak paten, maka hal itu tidak akan bisa, karena bukan menjadi sesuatu yang baru lagi. Jadi, daftarkan dulu, baru setelah itu bisa dipublikasikan,” paparnya.
Selanjutnya, bersifat inventif, yakni kemampuan untuk menciptakan, merancang sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada. Paten hanya diberikan pada karya intelektual yang hanya diberikan pada penemu yang memiliki keahlian dibidang itu (temuannya).
Berikutnya, bersifat aplikatif, maksud hasil penelitian yang ditemukan dapat dilakukan secara berulang-ulang. Dapat juga diartikan memiliki tingkat kemanfaatan bagi masyarakat. Semakin hasil penemuannya digunakan masyarakat luas, mengindikasikan bahwa penemuannya berhasil sebagai solusi atas permasalahan yang muncul. Karya intelektual memiliki syarat konsisten, tidak mudah berubah-ubah.
Sumber: https://sultengraya.com/80338/unismuh-rencanakan-daftar-hki-hasil-penelitian-inovasi-dosen-2/