Ketua Majelis Diklitbang PP Muhammadiyah Prof. Lincolin Arsyad, M.Sc., Ph.D mengatakan, Human Capital Indonesia masih sangat jauh dari Malaysia, apalagi Korea Selatan.
Dimana Human Capital Indonesia baru 30 persen, sementara Malaysia sudah 50 persen, sehingga wajar katanya jika negara jiran tetangga dekat Indonesia itu agak sombong, karena Human Capitalnya telah jauh melampaui Indonesia. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang kini hampir mencapai 100 persen.
Human Capital sendiri merupakan segenap keahlian, keterampilan, pengetahuan, dan kreativitas yang bisa diwujudkan dalam sebuah kemampuan kerja sehingga menghasilkan nilai ekonomi.
Ini menunjukkan kata Prof. Lincolin, jika sarjana Indonesia masih sangat minim, karena seorang sarjana adalah bagian dari Human Capital itu sendiri.
Human capital atau modal insan katanya adalah kunci pembangunan suatu bangsa, karena terdiri dari orang-orang pintar, dan orang-orang yang berkarakter. Oleh karena itu sebut Prof Lincolin, para wisudawan Universitas Muhammadiyah Palu harus bisa memanfaatkan ilmu yang diperolah di dalam kampus.
Selain dimanfaatkan juga terus dikembangkan, menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang ada, sebab pencapaian ilmu yang ada saat ini belum cukup untuk modal hidup dan kehidupan di masa yang akan datang. “ Ilmu yang dipelajari di dalam kampus itu, sebenarnya merupakan pemanasan saja, kenyataan dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang ilmu yang kita dapat di kampus itu tidak cukup, dari itulah maka wisudawan harus pandai-pandai mengembangkan apa yang sudah dipelajari di dalam kampus, serta memanfaatkannya,”pesan Prof Lincolin, saat menghadiri Wisudawan sarjana dan pascasarjana Unismuh Palu, Sabtu (6/8/2022).
Oleh karena itu katanya, para wisudawan juga harus bisa menjadi orang yang prefesional, aktif, dan komunikatif. Karena dimana saat ini komunitas bisa saja berubah-ubah. Kondisi saat ini semuanya serba terbuka, memungkinkan komunitas akan terus berubah. Oleh karena itu wisudawan nantinya harus bebas dan aktif, bisa menyesuaikan ilmu dan mengembangkan ilmunya. Karena jika ilmu tidak cocok dengan keadaan sekitar, maka ilmu itu tidak banyak manfaatnya.
Hal yang sama disampaikan oleh Ketua Kopertais Wilayah VIII Sulawesi, Maluku, dan Papua, Prof. Drs. Hamdan Juhannis, MA., Ph.D jika para wisudawan itu harus bisa menjadi Katalisator.
Katalisator berasal dari kata katalis, adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia, artinya lulusan harus menjadi zat yang bisa mempercepat perubahan dan pembaharuan. Tentu perubahan yang dimaksud katanya adalah perubahan ke arah yang lebih baik.
Hal yang bisa menuju perubahan itu jika wisudawan memperbanyak literasi keagamaan, sarjana luaran Unismuh Palu katanya harus minimal bisa mengaji, pintar tajwid, kalau perlu hafal Alquran 30 juz, atau paling tidak hafal juz 30.
Berikutnya adalah literasi kemanusiaan, menjadi seorang sarjana dan magister yang membumi kemampuannya namun tidak sombong. “Jangan sampai saat pulang kampung tidak mau menoleh saat dipanggil namanya, karena tidak disebut titelnya,”pesan Prof Hamdan.
Sumber:https://sultengraya.com/read/138179/prof-lincolin-human-capital-indonesia-baru-30-persen-di-bawah-malaysia/